Sejarah dan Kebudayaan Masyarakat
Sejarah Desa
Menurut sejarah,Tidak ada suatu
petunjuk berupa tulisan atau catatan/prasasti yang ditemukan tentang asal usul
Ngata/Kampung (Desa Pesaku), yang ada hanyalah tuturantuturan dari generasi ke
Generasi berikutnya, bahwa Pesaku dahulu adalah salah satu wilayah ngata atau
kampung yang dihuni oleh satu komunitas karena terjadinya perpindahan dari 7
(Tujuh) orang yang bersaudara yakni: Ganantina, Yompalemba, Renggelemba,
Rajalemba, Rajamani, Kasaria, dan Yolu.
Dari ketujuh orang bersaudara ini
bersepakat untuk melakukan perpindahan dari Bulu (Gunung) Ongu Ntovaiyo dan
Bulunti. Maksud dari perpindahan yang dilakukan adalah mencari daratan yang
dapat digunakan untuk pemukiman dan bercocok tanam. Dalam Perjalanan yang dilakukan
salah seorang dari mereka tersebut yakni Ganantina tidak meneruskan perjalanan
bersama saudaranya yang lain, Ganantina hanya menyinggahi satu wilayah yang
bernama Sitangga. Walaupun, Ganantina sudah singgah namun keenamnya tetap
meneruskan perjalanannya sampai menemukan wilayah yang memungkinkan untuk
pemukiman dan lahan. Dengan perjalanan waktu yang dilalui dan lamanya waktu
yang digunakan untuk menempati wilayah yang ada, maka keenam bersaudara
tersebut mencoba melakukan perundingan, pokok utama yang dibahas adalah
pemberiaan nama wilayah yang mereka huni. Dan akhirnya mereka menyepakati nama
wilayah yang mereka huni tersebut diberi nama “Gelumpa” dengan batas saat itu
disepakati bahwa dibagian utara berbatasan dengan Wera dan sebelah selatan berbatasan
dengan Marasila.
Hari demi hari berjalan membawa
alur cerita kehidupan dan wilayah Gelumpa kian menjadi bertambah penghuninya
akibat dari proses keturunan yang dilakukan. Dengan semakin bertambahnya jumlah
penghuni Gelumpa maka Gelumpapun menjadi satu wilayah kesatuan hukum yang
didalamnya tumbuh nilai nilai dan norma-norma kehidupan sosial, sehingga dengan
kondisi tersebut wilayah Gelumpa menjadi sati wilayah yang disebut Ngata
Gelumpa.
Dalam proses kehidupan sosial,
Ngata Gelumpa juga mengalami peradaban sosial hal itu terjadi pada saat
masuknya seorang bernama Rambulemba yang berasal dari daratan kulawi da proses
interaksipun terjalin hingga Rambulemba berhasil mempersunting seorang putri
asli Ngata Gelumpa. Namun proses asimilasi ini juga tidak bisa terjalin begitu
lama karena dalam perjalanan hubungan tersebut muncul konflik yang berujung
pada kekerasan, akhirnya konflik antara komunitaspun terjadi di Ngata Gelumpa
hingga memakan korban jiwa.
Di tengah konflik antara
komunitas yang terjadi saat ini juga bertepatan dengan lahirnya seorang bayi
dari hasil perkawinan antara seorang Putri Ngata Gelumpa Dengan Rambulemba
sehingga Anak atau bayi yang lahir tersebut diberi nama “Pesaku”.
Kelahiran anak yang bernama
“Pesaku” sangat memberikan arti tersendiri bagi perseteruaan dari kedua
komunitas, karena kedua komunitas yang berseteru kini harus menghentikan
perseteruaannya. Dan Akhirnya Nama “Pesaku” bukan hanya diabadikan sebagai nama
dari anak yang lahir tersebut tapi nama “Pesaku” juga diabadikan sebagai nama
wilayah Ngata Gelumpa dan mulai saat itulah Gelumpa berubah menjadi Pesaku.
Berdasarkan alur sejarah bahwa
sebelum wilayah ini menyandang nama desa berdasarkan kebiasaan melalui susunan
wilayah administrasi lokal wolayah pesaku disebut Boya atau Ngata dan nama
tersebut juga berubah pada saat bangsa Belanda menguasai Negara Kesatuan
Republik Indonesia Ngata Pesaku berubah menjadi kampung dan ini sampai tahun
1960-an dan pada tahun 1970-an Ngata atau kampung Pesaku berubah lagi menjadi
desa dan perubahan ini terjadi dengan sistimatis karena adanya UU No. 5 tahun
1975 tentang pemerintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
Desa.
Etnis, Bahasa dan
Religi
Di Desa Pesaku, mayoritas etnis
adalah suku Kaili khususnya Kaili Edo,”, walau ada etnis pendatang lainnya
seperti dari etnis jawa dan bugis yang datang di desa Pesaku tapi sangat
sedikit seklai, pendatang biasanya bisa dari perantaun daerah lain atau
menjalin hubungan ikatan kekeluargaan dengan masyarakat Desa Pesaku, dan dalam
keseharianya masyarakat desa Pesaku menggunakan bahasa Kalili dengan dialek Edo
untuk berinteraksi dan tidak jarang menggunakan bahasa Indonesia saat
berinteraksi dengan masyarakat di luar desa atau pendatang.
Sedangkan , untuk agama yang
dianut penduduk desa Pesaku mayoritas memeluk agama islam. Secara kultural
pegangan agama ini didapat dari hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan.
Selain itu juga keyakinan beragama berkembnag berdasarkan turunan dari orang
tua ke anaknya, dan ini kemudian menjadikan agama islam sebagai agama mayoritas
penduduk desa Pesaku.
Kesenian tradisional
Kesenian Tradisional yang
merupakan warisan budaya masih Nampak dalam masyarakat Desa Pesaku yaitu
kesenian khas budaya Kaili salah satunya
yaitu Tarian Pamonte dan Tari Pokombu. Namun saat ini kesenian itu sedikit demi
sedikit mulai ditinggalkan, disebabkan kurangnya regenerasi atas kelestarian
kesenian tradisional tersebut, serta tidak adanya perhatian atau pembinaan dari
pihak pemerintah dalam hal ini adalah dinas terkait.
Tarian Pamonte
Pamonte artinya menuai padi,
tarian Pamonte terispirasi dari aktivitas dan kebiasaan gadis – gadis kaili
saat musim panen, tarian ini menggambarkan kegiatan saat musim panen tiba, bagaimana para petani
mengelola padi menjadi beras seperti proses memetik, menumbuk, menapis dan lain
- lain, Pakaian penari Pamonte biasanya menggunakan kebaya merah yang dihiasi
benang emas. Tarian pamonte diiringi oleh music tradisonal seperti Ngongi,
ganda, dan tarian ini di iringi oleh nyanyian syair adat, dalam tarian pamonte dipimpin
oleh seoerang penghulu yang disebut sebagai tadulaku yang berperan memberikan
aba – aba pada penari lainya
Tarian Mokambu
Tarian Mokambu, mupakan tarian
penyambut tamu, tarian ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memeakai sarung
bercorak dan memakai selendang kuning di kepala. Penari biasanya membawa piring
berisi beras, yang akan dihamburkan kepada para tamu dan sekaligus memohon doa
untuk kebaikan para tamu.
Legenda atau Mitologi
Mitos dalam masyarakat akiali
merupakan bagaian dari keseharian masyarakat, yang artinya mitos tidak pernah
hilang dari masyarakat, yang kemudian bahkan
diyakini sebagai kebenaran sejarah, Mitos nmerupakan bagaian dari
tradisi lisandari masyarakat cerita tersebut berkembang yang pola pewarisanya
melalui tradisi lisan (Nuraedah, 2015)
Di desa Pesaku, terdapat Mitos
yang masih diyakini oleh sebagian masyrakat, yaitu bahwa gempa bumi diakibatkan
oleh tiang dunia telah di tanduk oleh kerbaunya Sawerigading yang sedang
terlepas dan mengamuk, akibat tandukan tersebut diyakini membuat tanah bergeser
serta bergerak.
Sawerigading diayakini sebagai
seoerang pelaut dariluar negeri, yang singgah ke Teluk Kaili untuk menemui dan
mengawini tunanganya yang bernama We Cundai, Cerita tentang Sawerigadeng juga
dikaitkan dengan Tana-Kaili, saat
terjadi pertarungan anatara aning milik Sawerigagading ynag bergelar La-Bolang
(Si-Hitam) dengan se-ekor belut (lindu), La Bolang berhasil menyergab belut dan
kemudian belut keluar dari lubangnya, lubang bear yang menjadi temapt tinggal
belut setelah kosong dan runtuh, akhirnya menjadi danau yang kini disebut
sebagai danau lindu. Dan belut dibawa olleh la Bolang ke utara dalam keadaan
meronta – rontadan menjadikan lubang yang dialiri oleh air laut yang deras,
aiar yang mengalir dengan deras seprti air bah yang tumpah, menyebabkan
keringnya air kaili, maka terbentuklah lembah palu dan terjemalah tana-kaili
(Nuraedah, 2015)
Kearifan Lokal Desa.
Kearifan lokal yang dahulu pernah
diterapkan dan saat ini mulai ditinggalkan adalah tradisi Vunja Mpae, tradisi
Vunja Mpae dilaksanakan setiap musim panen tiba, sebagai bentuk rasa syukur
atas hasil panen yang melimpah, dan diyakini juga sebgai bentuk untuk
mengharmoniskan hubungan sosial anatar masyarakat serta di dalam keluarga. Penyenggara teknis dalam upacara Vunja Pae
seperti pertama, Bule, predikat seseorang yang dianggab menjadi bule karena
mempunyai kekuatan atau kesaktian dalam upacara, tugas Buleadalah mengambil,
membawa dan ,membangun, atau menanam tinag vunja berupa bambu, batang pianag
atau kelapa, Bule yang bertugas harus keturuanan Pondhohigi, nama ornag yang
dianggab sakti dan ornag yang pertama kali yang ditugaskan mengambil bamboo
sebagai tiang vunja, kedua, Bayasa penyebuta atau predikat yang disandang
seseoarang atau orang – orang tertentu yang memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan lam gaib, atau arwah leluhur (nenek moyang). Bayasa
bertugas pula dalam ritual – ritual yang berkaitan dengan kehidupan di bumi
yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kesuburan.ketiga adalah Puepanga, pemilik
sawah yang punya hajad dan juga pemilik sawah yang terkena serangan hama, yang
juga akan menyiapkan ayam atau kambing 1 ekor yang akan dipersembahkan dalam
upacara selain itu juga menyaipaka kalopa, ketupat, bibit padi tiga ikat
(Nuraedah,2015)
Tradisi Vunja Mpae, di dalam
proses penyelenggaraanya mengandung nilai
seperti (Nuraedah,2015) : seperti Kerajian yang maknanya akan membuat
seseorang yang malaksanakan tradisi tersebut akan menjadi ulet dan gigih berjuang
untuk kesempurnaan, tolong menolong ( Nusiale Pale), Sintuvu (Gotong Royong),
Ucapan syukur, Kekeluargaan, memunculkan nilai kearifan local.
Sejarah Kepemimpinan
Desa
Menurut penuturan Kepala Adat desa pesaku, Desa pesaku
merupakan salah satu desa tertua yang termaksud
7 Desa Nata “Pitu nggota” yang ada sejak zaman kerajaan, Berdasarkan asal usul kepemimpinan di
Sigi-Dolo terdapat dua kategori besar
lembaga yang melahirkan pemimpin yakni dari Libu Nto Ndeya dan pemimpin dari
Libu Nu Maradika{1}. Kategori pemimpin dalam Libu Nto Ndeya di Kerajaan
Sigi berdasarkan pembagian wilayah yang disebut wilayah adat “pitu nggota.”
Dalam wilayah ini ada Totua Nu Ngata (orang tua bagian kerajaan), Totua Nu Boya
(orang tua wilayah), dan Totua Nu Kinta (orang tua kampung). Pemimpin-pemimpin
adat ini yang bertugas dan berfungsi dalam pelaksanaan adat istiadat masyarakat
di Kaili Kabupaten Sigi (Natsir dan
Haliadi, 2015)
{1}Kategori kepemimpinan dalam dewan pemerintahan kagaua
atau di Kerajaan Sigi Dolo berdasarkan
strukturnya. Kerajaan Sigi Dolo dalam badan kemagauan atau dalam lembaga
eksekutif disebut sebagai “Libu Nu Maradika”, yang susunannya sebagai berikut:
Madika Matua, sebagai Ketua Dewan dan merangkap Perdana Menteri dan Urusan Luar
Negeri, bertanggung jawab pada Magau (raja);
,Bali Gau menyusun dan merubah segala sesuatu apabila bertentangan
dengan adat dan undangundang negara; Punggava, sebagai Menteri Pertahanan dan
Keamanan merangkap Menteri Dalam Negeri; Galara, sebagai Menteri Kehakiman; dan
masih banyak badan – badan laian, Badan-badan inilah yang bertanggung
jawabmemutar roda pemerintahan Tanah Kaili. Baik ketua maupun anggota, diangkat
dan diberhentikan oleh Magau (raja) atas usul dan persetujuan Baligau (Ketua
Pitunggota). (Natsir dan Haliadi, 2015)
Sedangkan untuk kepemimpinan awal
di desa pesaku disebut sebgai kepala kampung dan ketika itu yang duduk sebagai
kepala kampung untuk pertama kalinya di desapesaku adalah Djako Mamungka,
berikut adalah nama kepala kampung atau kepala desa di Pesaku.
Kepemimpinan Tradisonal
Kepemimpinan tradisonal yang
terdapat di desa Pesaku adalah kepemimpinan lembaga adat yang secara struktur
terdapat ketua, sekretaris , bendahara serta anggota lainnya. Lembaga adat di
desa pesaku ini baru terbentuk pada tanggal 4 September 20188 yang terstruktur
sampai ke Kecamatan dan Kabupaten. Menurut ketua lembaga adat tujuan
terbentuknya Lembaga Adat, tidak lain untuk mengayomi persoalan adat di desa,
umumnya persoalan rumah tangga, pertengkaran antar warga maupun dengan warga di
luar desa serta persolan sosial lainya.
Misalkan terjadi konflik antara
desa dengan desa, contoh konflik terjadi anatara desa Pesaku dengan desa laian.
Dan kemudian saat sidang adat (antar desa yang berkonfllik) ditemukan bahwa
warga Pesaku yang menyulut konflik tersebut atau pihak yang melakukan
kesalalaha, maka lembaga adat akan memberikan saksi berupa 3 ekor kambing yang
akan diserahkan kepada korban.
Saksi berikutnya misalkan saat terdapat waraga desa Pesaku melakukan hungungan
intim dengan bukan pasangan sah-nya (suami – istri) atau mengambil isri atau suaminya seseorang dengan kata lain
melakukan perzinahan, maka saat sidang adat menemukan kebenaran atas perbuatan
perzinahan tersebut , lembaga adat akan memberikan sangsi berupa 2 (dua) ekor kerbau, 1 (satu) buah dulang,
uang 25 riyal, kain putih 1 pcs, dan piring adat sebnayat 25 biji. Namun
kebanyakan aturan adat yang ada di desa
Pesaku belum tertulis.
Aktor Yang berpengaruh
Jika aktor di lihat dari proses kemapuan untuk mempengaruhi orang lain
sehingga orang lain tersebut terpengaruh
dan akhirnya mengikuti. Maka pengaruh itu dapat diartikan sebagai kekuasaan dan
wewenang, kekuasaan disini berarti merujuk pada kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain atau pihak lain dan kedua wewenang merupakan kekusaan seseorang atau sekelompok
orang yang mendapat dukungan atau pengakuan dari masyarakat. Kekeuasaan dan
wewenang tersebut timbup dari kepatuhan masyarakat atas nilai dan aturan yang
diyakininya.
Di Desa Pesaku, terdapat 3 ( tiga) nilai atau aturan yang sangat dipatuhi
oleh masyarakat, Pertama, aturan – aturan kelembagaan formal ( Negara ) yang
terwakili oleh kepemerintahan desa dan apartusnya hingga tingkatan RW atau RT,.
Secara formal actor yang berpengaruh di masyarakat desa Pesaku yang
dianggab tokoh yang berpengaruh secara
struktural (formal), adalah Kepala desa
karena merupakan perwakilan langsung pemimpin formal (yang diakui Negara) yang ada di desa, selanjutnya aktor yang
punya pengaruh langsung di masyarakat secara formal adalah ketua RT karena merupakan pihak yang pertama kali
menjadi rujukan terkait penyelesaian
permasalahan yang ada di tingkat terkecil structural yang ada di desa.
Kedua aturan agama, warga desa Pesaku
yang sangat menekankan nilai - nilai religius sebagai dasar nilai -
nilai interaksi dalam bermasyarakat, maka menempatkan tokoh agama menjadi salah
satu bagian aktor penting yang menjadi rujukan masyarakat. Terakhir, Ketiga
Aturan adat, kepatuhan atas nilai – nilai adat
yang ada yang terdapat pada aturan adat istiadat Kaili yang juga menjadi bagian dari yang tidak terpisahkan
dengan kehidupan sosial masyarakat desa, dimana pengaruh adat yang diwakilkan oleh Kelembagaan adat di desa
cukup punya peran yang signifikan dalam menata kehidupan sosial warga di desa.
0 comment:
Posting Komentar