Kamis, 15 Mei 2025

Sejarah Desa SIMORO

Silahkan bagikan :
۞ Ψ§Ω„Ψ³َّΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω„Ψ§َΩ…ُ ΨΉَΩ„َيْΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€ΩƒُΩ…ْ وَΨ±َΨ­ْΩ…َΩ€Ω€Ψ©ُ Ψ§Ω„Ω„Ω€Ω€Ω€Ω€Ω‡ِ وَΨ¨َΨ±َΩƒَΨ§ΨͺُΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω‡ُ ۞
۞ Ψ¨Ψ³Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω… Ψ§Ω„Ω„ّΩ€Ω€Ω€Ω‡ Ψ§Ω„Ψ±ّΨ­Ω…ٰΩ† Ψ§Ω„Ψ±ّΨ­ΩŠΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω… ۞
-----------------------------------------------------------------------

Sejarah desa simoro

Desa simoro adalah salah satu Desa di kecamatan Gumbasa Kabupaten sigi Povinsi Sulawesi Tengah yang secara historis sangat sulit terpisahkan dari Desa Pakuli, karena sejarah awal wilayah Desa Pakuli pada masa swapraja. Titik awal berdirinya desa simoro sebagai desa definitif adalah ketika pada tahun 1950 yang ketika itu keadaan masih hutan rimba dan belum ada pemukiman, datanglah beberapa keluarga dari Kampung Lonca Kecamatan Kulawi (Kel.Simbu Lanyama bersaudara) yang mengadakan perjalanan menuju Desa Toaya. Karena perjalanan menuju Desa Toaya yang sangat jauh dan melelahkan (perjalanan dari kampung Lonca menuju kampung simoro di lakukan selama satu hari penuh) maka keluarga ini berkesimpulan untuk istrahat dan menetap beberapa waktu di tempat ini. Karena latar belakang keluarga dari Kampung Lonca ini sebagai petani maka mereka mencoba untuk bercocok tanam Palawija yakni jagung, rica dan sayur di tempat ini, alhasil tiba saat panen tanaman yang mereka usahakan sangat memberikan hasil yang memuaskan sehingga berawal dari kondisi yang menjanjikan itulah Kel.Simbu Lanyama berkesimpulan untuk tinggal menetap dan keluarga yang lain tetap melanjutkan perjalanan menuju kampong Toaya. Mendengar kondisi dan keadaan yang cukup baik serta menjanjikan di tempat ini,mka secara bersamaan Keluarga besar lanyama yang terdiri atas Kel.panja, Kel.mure, Kel.sigi, dan Kel.Minggu ikut berdatangan mengikuti Kel.Simbu dan memulai kehidupan mereka dengan bercocok tanam palawija dan mencoba berfikir untuk menanam pohon kelapa sebagai tanaman jangka panjang. Bersamaan dengan gelombang kedatangan warga kampung Lonca tersebut, datang pula keluarga dari Kecamatan Dolo yakni Kel.Karim Mandagasi, Kel.Arsyid Laihi dan Kel.Lanasi yang berprofesi sebagai pekerja kayu gergaji tangan untuk mengadu nasib berusaha mengolah kayu karena di tempat ini terdapat begitu banyak jenis kayu lokal yang memiliki harga jual tinggi diantaranya Kayu Siuri, Lepaa, Uru, Nantu dan Kaili (sekarang salah satu pohon ini masih berdiri kokoh di tengah perkampungan). Pada tahun 1952,kelompok warga suku Kulawi dari Lonca semakin bertambah sehingga kelompok warga ini bersepakat untuk membangun sebuah rumah ibadah karena sudah memahami ajaran Agama dan Agama yang mereka anut adalah Agama Kristen. Di tempat ini satu-satunya bangunan yang ada adalah bangunan Gereja yang dalam dialek suku kaili di sebut GAHEJA ATAW GEREJA.

          Oleh karena itu masih merupakan bagian dari pemerintahan Kampung Pakuli dan masih belum memiliki nama maka secara spontan semua masyarakat desa pakuli dan sekitarnya yang hendak ke tempat ini untuk membeli hasil panen palawija mengatakan dalam beberapa dialog berkata “Velau Hiumba (kaili Ado)/Hau Riumba (kaili ledo) dengan lantang di jawab Velau Hi Gaheja /Hau Ri Gareja” Dari pecakapan-percakapan ini sehingga tanpa di sadari saat itu Gaheja/Gereja menjadi nama tempat kampung simoro untuk pertama yang masih bagian dari Pemerintahan Kampung Pakuli. Pada tahun 1953, karena wilayah ini telah memiliki penduduk sehingga Kepala Desa Pakuli Bpk.Djuraejo menetapkannya sebagai dusun dan menunjuk serta mengangkat Bpk.Lamasi selaku kepala jaga (sekarang kepala dusun) sampai tahun 1958 karena yang bersangkutan pindah ke kampung Tuwa dan di gantikan oleh Bpk.Abdullah sampai dengan tahun 1965. Pada tahun 1955 di tempat ini terdapat 2(dua) pohon yang sangat besar dan di anggap kramat oleh masyarakat yaitu Kayu Kaili dan Kayu Nunu/Beringin. Karena kondisi kayu Nunu/Beringin sangat rimbut makan di bawah pohon tersebut di jadikan tempat pengolahan terakhir kayu gergaji oleh Masyarakat.pada suatu waktu di malam hari,dari arah poho beringin/nunu yang di yakini sebagai tempat keramat terdengar tangisan seorang bayi yang terjadi sangat lama,hampir semalam suntuk dan semua orang di sekitar tempat itu mendengar suara tangisan tersebut. Dalam bahasa Kali Ledo tangisan panjang itu di sebut Namoro,peristiwa ini sangat menggemparkan dan tersebar sampai ke kampung Pakuli sebagai pusat pemerintahan bahkan terdengar sampai ke kampung-kampung disekitarnya.bersamaan dengan peristiwa itu terjadi banjir di Sungai Salumaku dan Kel.Simbu yang menyaksikan banjir tersebut menemukan seekor ikan di sungai dan ikan tersebut ternyata adalah Ikan Moro.berawal dari 2(dua)peristiwa penting itu, beberapa tokoh masyarakat terinspirasi untuk menjaadikan peristiwa itu menjadi nama Dusun yakni Simoro dari penggalan kata Si berarti Tempat, Moro berarti Tangisan Panjang/Lama seorang Bayi sehingga bila di gabungkan menjadi Simoro maka berarti tempat bayi menangis lama. Berangkat dari peristiwa penting yang terjadi tersebut maka beberapa tokoh masyarakat dari wilayah itu menghadap kepada Kepala Kampung Pakuli (Bpk.djuraejo) untuk menceritakan peristiwa itu sekaligus memohon agar wilayah dusun yang ada di sebelah selatan desa Pakuli secara formal di beri nama dusun simoro karena nama Gaheja/Gereja yang selama ini di pakai untuk nama dusun tersebut berhubungan dengan salah satu keyakinan agama tertentu yakni Agama Kristen. Setelah menerima dan mendengar masukan dari beberapa tokoh masyarakat yang menghadap saat itu, Kepala Kampung (Bpk.Djuraejo) langsung memberikan respon dan menetapkan bahwa nama dusun itu adalah Dusun Simoro. Pada tahun 1961 karena masyarakat yang bermukim di dusun simoro semakin bertambah dan kebutuhan akan pendidikan sudah semakin penting maka masyarakat bersepakat bersama dengan Bpk.Ajis Tayeb untuk membuka Sekolah Dasar di bawah kolong rumah Bpk.Mure Lanyama yang kemudian pada tahun 1963 di lanjutkan pengembangannya oleh Bpk.Karim Mandagasi.inilah awal pembangunan prasarana umum di desa simoro yang sekaligus merupakan dasar pembangunan gedung sekolah yang permanen oleh Pemerintah sampai saat ini.

Pada tahun 1963, secara bersama dalam sebuah musyawarah desa di sepakati kembali untuk membangun sebuah sekolah Madrasyah Diniyah Awalia (MDA) Alkhaeraat karena di pahami bahwa pendidikan umum belumlah cukup jika tidak di dukung oleh adanya pendidikan keagamaan yang bertujuan untuk membangun moral Anak-anak sedini mungkin. Pada tahun 1966para tokoh masyarakat dusun simoro yakni Bpk.Mure, Ambotang, Saudo, Saidin, A.Lakanutu, bersama Kepala jaga Bpk.Abdullah Ambotang menghadap kepada Kepala desa Pakuli untuk memohon agar dusun simoro dapat di mekarkan menjadi Desa Definitif. Mensikapi keinginan dan harapan para tokoh masyarakat dusun simoro tersebut,Kepala Desa Pakuli melalui percakapan dalam Forum Pemerintahan secara informal menyetujui dan menetapkan Dusun Simoro sebagai desa definitif dan menunjuk Bpk.Mure Lanyama selaku pelaksana kepala kampung simoro yang diusulkan kepada Kepala Distrik/Camat.

Bersambung ......

 Pasca menjadi Desa Definitif

 

Sumber : DISINI



۞ Ψ§Ω„Ψ­Ω…Ψ― Ω„Ω„Ω‡ Ψ±Ψ¨ّ Ψ§Ω„ΨΉٰΩ„Ω…ΩŠΩ† ۞

-----------------------------------------------------------------------

0 comment:

Posting Komentar

۞ PETA LOKASI Rumahku ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞