Sejarah desa simoro
Desa simoro adalah salah satu
Desa di kecamatan Gumbasa Kabupaten sigi Povinsi Sulawesi Tengah yang secara historis sangat sulit terpisahkan dari
Desa Pakuli, karena sejarah awal
wilayah Desa Pakuli pada masa swapraja. Titik
awal berdirinya desa simoro sebagai desa definitif adalah ketika pada tahun 1950 yang ketika itu keadaan masih hutan
rimba dan belum ada pemukiman, datanglah
beberapa keluarga dari Kampung Lonca Kecamatan Kulawi (Kel.Simbu Lanyama bersaudara) yang mengadakan perjalanan menuju
Desa Toaya. Karena perjalanan menuju
Desa Toaya yang sangat jauh dan melelahkan (perjalanan
dari kampung Lonca menuju kampung simoro di lakukan selama satu hari penuh) maka keluarga ini
berkesimpulan untuk istrahat dan menetap beberapa waktu di tempat ini. Karena latar belakang keluarga dari Kampung
Lonca ini sebagai petani maka mereka
mencoba untuk bercocok tanam Palawija yakni jagung,
rica dan sayur di tempat ini, alhasil tiba saat panen tanaman yang mereka usahakan sangat memberikan hasil yang
memuaskan sehingga berawal dari kondisi yang
menjanjikan itulah Kel.Simbu Lanyama berkesimpulan untuk tinggal menetap dan keluarga yang lain tetap
melanjutkan perjalanan menuju kampong Toaya. Mendengar kondisi dan keadaan yang cukup
baik serta menjanjikan di tempat ini,mka
secara bersamaan Keluarga besar lanyama yang terdiri atas Kel.panja, Kel.mure, Kel.sigi, dan Kel.Minggu ikut
berdatangan mengikuti Kel.Simbu dan memulai
kehidupan mereka dengan bercocok tanam palawija dan mencoba berfikir untuk menanam pohon kelapa sebagai tanaman
jangka panjang. Bersamaan dengan gelombang
kedatangan warga kampung Lonca tersebut, datang pula keluarga dari Kecamatan Dolo yakni Kel.Karim Mandagasi,
Kel.Arsyid Laihi dan Kel.Lanasi yang
berprofesi sebagai pekerja kayu gergaji tangan untuk mengadu nasib berusaha mengolah kayu karena di tempat ini
terdapat begitu banyak jenis kayu lokal yang memiliki harga jual tinggi diantaranya Kayu Siuri, Lepaa, Uru,
Nantu dan Kaili (sekarang salah satu
pohon ini masih berdiri kokoh di tengah perkampungan). Pada tahun 1952,kelompok warga suku Kulawi dari Lonca semakin
bertambah sehingga kelompok warga ini
bersepakat untuk membangun sebuah rumah ibadah karena sudah memahami ajaran Agama dan Agama yang mereka anut
adalah Agama Kristen. Di tempat ini
satu-satunya bangunan yang ada adalah bangunan Gereja yang dalam dialek suku kaili di sebut GAHEJA ATAW GEREJA.
Oleh karena itu
masih merupakan bagian dari pemerintahan Kampung Pakuli dan masih belum memiliki nama maka secara
spontan semua masyarakat desa pakuli dan
sekitarnya yang hendak ke tempat ini untuk membeli hasil panen palawija mengatakan dalam beberapa dialog berkata
“Velau Hiumba (kaili Ado)/Hau Riumba
(kaili ledo) dengan lantang di jawab Velau Hi Gaheja /Hau Ri Gareja” Dari pecakapan-percakapan ini sehingga
tanpa di sadari saat itu Gaheja/Gereja menjadi
nama tempat kampung simoro untuk pertama yang masih bagian dari Pemerintahan Kampung Pakuli. Pada tahun 1953, karena wilayah ini telah
memiliki penduduk sehingga Kepala Desa
Pakuli Bpk.Djuraejo menetapkannya sebagai dusun dan menunjuk serta mengangkat Bpk.Lamasi selaku kepala jaga
(sekarang kepala dusun) sampai tahun 1958
karena yang bersangkutan pindah ke kampung Tuwa dan di gantikan oleh Bpk.Abdullah sampai dengan tahun 1965. Pada tahun 1955 di tempat ini terdapat
2(dua) pohon yang sangat besar dan di anggap
kramat oleh masyarakat yaitu Kayu Kaili dan Kayu Nunu/Beringin. Karena kondisi kayu Nunu/Beringin sangat rimbut
makan di bawah pohon tersebut di jadikan
tempat pengolahan terakhir kayu gergaji oleh Masyarakat.pada suatu waktu di malam hari,dari arah poho beringin/nunu
yang di yakini sebagai tempat keramat terdengar
tangisan seorang bayi yang terjadi sangat lama,hampir semalam suntuk dan semua orang di sekitar tempat itu
mendengar suara tangisan tersebut. Dalam bahasa
Kali Ledo tangisan panjang itu di sebut Namoro,peristiwa ini sangat menggemparkan dan tersebar sampai ke
kampung Pakuli sebagai pusat pemerintahan
bahkan terdengar sampai ke kampung-kampung disekitarnya.bersamaan
dengan peristiwa itu terjadi banjir di Sungai Salumaku dan Kel.Simbu yang menyaksikan banjir tersebut
menemukan seekor ikan di sungai dan
ikan tersebut ternyata adalah Ikan Moro.berawal dari 2(dua)peristiwa penting itu, beberapa tokoh masyarakat terinspirasi
untuk menjaadikan peristiwa itu menjadi
nama Dusun yakni Simoro dari penggalan kata Si berarti Tempat, Moro berarti Tangisan Panjang/Lama seorang Bayi
sehingga bila di gabungkan menjadi Simoro
maka berarti tempat bayi menangis lama. Berangkat
dari peristiwa penting yang terjadi tersebut maka beberapa tokoh masyarakat dari wilayah itu menghadap
kepada Kepala Kampung Pakuli (Bpk.djuraejo)
untuk menceritakan peristiwa itu sekaligus memohon agar wilayah dusun yang ada di sebelah selatan desa
Pakuli secara formal di beri nama dusun simoro
karena nama Gaheja/Gereja yang selama ini di pakai untuk nama dusun tersebut berhubungan dengan salah satu
keyakinan agama tertentu yakni Agama Kristen.
Setelah menerima dan mendengar masukan dari beberapa tokoh masyarakat yang menghadap saat itu, Kepala
Kampung (Bpk.Djuraejo) langsung memberikan
respon dan menetapkan bahwa nama dusun itu adalah Dusun Simoro. Pada tahun 1961 karena masyarakat yang
bermukim di dusun simoro semakin bertambah
dan kebutuhan akan pendidikan sudah semakin penting maka masyarakat bersepakat bersama dengan Bpk.Ajis Tayeb untuk membuka
Sekolah Dasar di bawah kolong rumah
Bpk.Mure Lanyama yang kemudian pada tahun 1963
di lanjutkan pengembangannya oleh Bpk.Karim Mandagasi.inilah awal pembangunan prasarana umum di desa simoro
yang sekaligus merupakan dasar pembangunan
gedung sekolah yang permanen oleh Pemerintah sampai saat ini.
Pada tahun 1963, secara bersama
dalam sebuah musyawarah desa di sepakati kembali
untuk membangun sebuah sekolah Madrasyah Diniyah Awalia (MDA) Alkhaeraat karena di pahami bahwa
pendidikan umum belumlah cukup jika tidak di
dukung oleh adanya pendidikan keagamaan yang bertujuan untuk membangun moral Anak-anak sedini mungkin. Pada tahun 1966para tokoh masyarakat dusun
simoro yakni Bpk.Mure, Ambotang, Saudo,
Saidin, A.Lakanutu, bersama Kepala jaga Bpk.Abdullah Ambotang menghadap kepada Kepala desa Pakuli untuk
memohon agar dusun simoro dapat di mekarkan
menjadi Desa Definitif. Mensikapi keinginan dan harapan para tokoh masyarakat dusun simoro tersebut,Kepala
Desa Pakuli melalui percakapan dalam Forum
Pemerintahan secara informal menyetujui dan menetapkan Dusun Simoro sebagai desa definitif dan menunjuk
Bpk.Mure Lanyama selaku pelaksana kepala kampung
simoro yang diusulkan kepada Kepala Distrik/Camat.
Bersambung ......
Pasca
menjadi Desa Definitif
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar